Daya penyelamat dari kurban salib baru terwujud secara penuh tatkala kita menyambut tubuh dan darah Tuhan dalam komuni. Kurban Ekaristi senantiasa terarah kepada kesatuan batin antara orang beriman dengan Kristus dalam komuni ; kita menyambut Dia yang mempersembahkan diri bagi kita, dan kita menyambut tubuh-Nya yang dikurbankan bagi kita di kayu salib, serta darah-Nya yang dicurahkan demi pengampunan dosa banyak orang “ ( Mat 26:28). Kita diingatkan oleh sabdaNya, “ Bapa yang hidup telah mengutus Aku, Aku hidup dalam Bapa, barangsiapa makan tubuh-Ku akan hidup dalam Aku” (Yoh 6:57).
Yesus sendiri memastikan bahwa kesatuan ini , yang dibandingkanNya dengan hidup Allah Tritunggal, sungguh-sungguh terwujud. Ekaristi adalah sungguh-sungguh perjamuan, dimana Kristus mempersembahkan diri sebagai santapan kita. Tatkala pertama kali Yesus menyebut makanan ini, para pendengarnya terkejut dan sangsi, sehingga Guru terpaksa menegaskan kebenaran obyektif dari sabdaNya, “ Sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu, bila kamu tidak makan tubuh Putra Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak memiliki hidup” (Yoh 6:53). Ini bukanlah perlambangan makanan, “Tubuh-Ku adalah sungguh-sungguh makanan, dan darah-Ku sunguh-sungguh minuman” (Yoh 6:55)
Aklamasi umat, menyusul konsekrasi, dengan tepat mengakhiri perayaan Ekaristi dengan visi eskatologis (lih. 1 Kor 11:26), “sampai Tuhan datang dalam kemuliaan.” Ekaristi adalah upaya untuk mengejar tujuan, pencicipan sukacita penuh yang dijanjikan oleh Kristus (lih. Yoh 15:11). Dalam satu cara inilah antisipasi surga, “materai kemuliaan yang akan datang.” Dalam Ekaristi, segala mahluk bergandengan penuh penantian akan “pengharapan sukacita kedatangan Juruselamat Yesus Kristus.” Para penyantap tubuh Kristus dalam Ekaristi tidak perlu menunggu akhir dunia menerima hidup kekal : mereka telah memilikinya di dunia ini , sebagai buah sulung kepenuhan yang akan datang, yang memuaskan manusia tak kurang suatu apa. Sebab dalam Ekaristi juga kita menerima jaminan kebangkitan tubuh pada akhir dunia, “Barang siapa makan tubuh-Ku dan minum darah-Ku memiliki hidup kekal, dan aku akan membangkitkannya pada hari akhir” (Yoh 6:54). Jaminan kenangkitan kita kelak beroleh dasarnya pada kenyataan bahwa tubuh Putra Manusia, yang kita santap, adalah tubuh mulia Tuhan yang dibangkitkan. Kita seolah mencerna “rahasia” kebangkitan. Itulah sebabnya, Santo Ignasius Antiokia dengan tepat merumuskan Roti Ekaristi sebgai “obat kebakaan, penangkal kematian.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar